468x60 Ads

Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image >

Mirip Manusia, Amuba Juga Bertani

0 komentar

           Pertanian adalah salah satu kunci peradaban manusia berkembang. Tapi amuba juga bertani

      Bertani atau bercocok tanam merupakan salah satu kunci evolusi peradaban manusia. Namun tak disangka, amuba, hewan bersel satu, juga melakukan praktik serupa.

Adalah sekelompok peneliti di Texas, Amerika Serikat, menemukan secara tak sengaja sejumlah amuba melakukan ini. Amuba jenis Dictyostelium discoideum ini ketahuan bertani bakteri saat bersama-sama puluhan ribu amuba lainnya membentuk gumpalan multisel untuk berpindah dan membawa sejumlah bakteri bersama mereka.

Dalam riset yang dilansir Nature1, Rabu 19 Januari 2011 itu, bakteri yang dibawa itu kemudian dibiarkan berkembang biak di gumpalan mereka. Mereka mengutamakan memakan bakteri yang ditemui di sepanjang jalan dulu. Jika sudah tak ada yang bisa dimakan, barulah "hasil pertanian" mereka yang menjadi sasaran.

Debra Brock, biolog molekuler dari Universitas Rice, Houston, yang memimpin riset itu menyatakan awalnya para peneliti berpikir para amuba ini semata hidup dari berburu bakteri. Namun, mereka menemukan kira-kira sebagian dari amuba yang mereka teliti ketika disodorkan makanan berhenti makan duluan dan memilih "menyelamatkan" bakteri di bagian reproduksi mereka.

Namun, para amuba petani ini memiliki kerugian sendiri ketika berada di lokasi yang penuh makanan. Mereka kurang aktif menghasilkan keturunan karena memilih tak memakan bakteri yang mereka temukan. Mereka kalah oleh waktu.

Selain itu, para amuba petani juga bepergian lebih sedikit. Ini tentu karena pertimbangan mereka memiliki persediaan makanan cadangan, jadi untuk apa pergi jauh-jauh mencari makanan.

Michael Purugganan, biolog dari New York University, melihat perangai Dictyostelium ini mirip dengan manusia yang cenderung untuk menetap. "Mereka sedikit bermigrasi karena mereka bertani? Ini terdengar seperti yang terjadi pada manusia ketika pertanian dimulai," katanya.

Crop Circle: Dari UFO, Setan, Sampai Tipuan

0 komentar

               Ada seorang pembuat crop circle terpaksa mengaku agar tak dituduh selingkuh oleh istrinya...
     Crop circle atau pola sirkuler di ladang pertanian, dikabarkan muncul pertama kali di Inggris pada tahun 1647. Kemunculannya dipublikasikan luas di media massa sejak akhir 1970-an. Fenomena ini kebanyakan muncul secara misterius di malam hari.

Crop circle hampir selalu dikaitkan dengan kisah UFO (unidentified flying object), meski faktanya, sebagian besar pola itu terbukti bikinan manusia atau disebabkan faktor alam. Hanya sekitar 20 persen yang hal-ihwalnya masih misterius, hingga kini.

Berikut, sejumlah corp circle dari masa ke masa: 

1647: The Mowing Devil atau 'Setan Pemotong'
Tahun 1647 menandai kemunculan pertama crop circle. Lokasinya di Berkshire, Inggris. Fenomena ini dicatat dalam sebuah pamflet d potongan kayu dan dikenal dengan sebutan 'The Mowing Devil'. Pamflet itu menceritakan seorang petani yang menolak biaya potong gandum yang kelewat, dan mengaku lebih suka menyewa setan. Disebutkan, crop circle yang muncul di tahun 1647 itu kemungkinan hasil karya setan.Crop

Sejarah Crop Circle, Lingkaran Dibuat UFO?

0 komentar

           Beberapa fakta di balik crop circle semakin memperkuat ini bukan ulah manusia

      - Warga Berbah, Sleman, dihebohkan dengan penampakan crop circle atau lingkaran simetris di sebuah persawahan.

Fenomena crop circle ini sebelumnya lebih marak terjadi di Inggris dan Amerika Serikat, sehingga sontak membuat heboh.

Bagaimana menjelaskan fenomena crop circle ini?

BBC melansir sebuah tulisan dari David Kingston, seorang peneliti crop circle, yang bercerita mengenai fenomena yang diduga sudah terjadi sejak abad 17 itu. Dalam tulisannya berjudul "The History of Crop Circles," Kingston menyatakan sudah mengamati fenomena ini sejak pertama kali melihatnya pada 1976.

"Saya telah menjadi "penjaga malam" untuk UFO di Clay Hill, Warminster," katanya dilansir BBC pada 2004 lalu.

Kingston melihat tiga bulatan terpisah yang berukuran diameter enam kaki, bercahaya terang, beterbangan di atasnya selama tiga jam di puncak Bukit Clay, lalu bergabung menjadi satu bulatan dan lalu bercerai lagi. Lalu tiba-tiba salah satu bulatan itu turun sekitar 30 kaki dan meluncur ke sebuah ladang di dasar Bukit Clay.

Saat fajar, Kingston melihat sebuah lingkaran di sebuah ladang gandum di kaki bukit itu. Saat diperiksa, tak ada tanaman yang patah, hanya lingkaran bulat penuh rata berdiameter 30 kaki.

Saat itulah Kingston menyadari telah melihat langsung fenomena yang pada tahun 1966 menggemparkan Australia. Sejak itu, Kingston berusaha mendalami crop circle.

Dalam pencariannya itu, Kingston menemukan dalam literatur Prancis mengenai fenomena aneh di pinggir kota Lyon. Seorang pendeta di Lyon menyebutkan sebuah "karya setan" di sebuah ladang gandum yakni "lingkaran rata."

Beberapa petani juga mengaku kepada Kingston pernah melihat yang sama, namun tak ada gambar. Ada juga pilot yang bercerita kepada Kingston melihat lingkaran-lingkaran aneh dan bahkan memfotonya.

Lingkaran-lingkaran itu ternyata bukan hanya muncul di ladang gandum, namun juga di rumput dan bahkan tanaman seperti bit, tebu dan sawah seperti terjadi di Jepang. Bahkan di Afghanistan, ada yang melihat lingkaran serupa di salju pegunungan yang bertinggi 4.000 meter di atas permukaan laut.

Sejak itu, Kingston memulai penelitian yang disebutnya Penyelidikan Fenomena Tanaman. Kingston bekerja sama dengan sejumlah lembaga termasuk laboratorium Dr. William Levengood di Amerika. Mereka mengumpulkan sampel crop circle dari berbagai belahan dunia. Hasilnya ditampilkan di jurnal ilmiah.

Apa saja faktanya?
- Formasi itu dibentuk semacam energi, yang memiliki kemampuan melewati struktur molekul tanaman tanpa merusaknya. Energi inilah yang memunculkan anomali fotografis.

- Ada distorsi medan elektromagnetik bumi, kadang muncul gambar hantu dalam jarak dekat dari formasi asli.

- Pancaran cahaya terekam di film atas formasi.

- Energi yang terlibat tak dikenal digunakan di bumi.

- Beberapa formasi meradiasikan frekuensi kira-kira 7,5hz dalam spektrum elektromagnetik namun bisa berbeda-beda di beragam formasi.

Kingston lalu mengelaborasi data itu menggunakan program komputer. Hasilnya, bisa menghasilkan musik dan suara indah. Fakta baru muncul: - Frekuensi ini juga muncul saat ada penampakan UFO

- Meski tanaman telah dipanen, pola yang sama berbekas minimal enam bulan di tanah. Ini jelas tak bisa dilakukan manusia.

- Di beberapa formasi, kompas berotasi mengikuti anomali magnetik, perekam gambar, telepon genggam dan barang elektronik lainnya yang berbatere langsung kehabisan energi.

- Tanaman di luar formasi tidak memunculkan perubahan karakter struktur sel seperti tanaman dalam formasi.

- Tak ada konsistensi. Di beberapa formasi, ada faktor suara, ada anomali magnetik, anomali fotografis dan bekas di tanah.

- Tanaman dalam formasi masih bisa dipanen

- Ada 80 persen formasi yang dibentuk manusia karena ingin sensasi.

Dan Kingston berkesimpulan, pola geometris itu jelas bukan buatan manusia. Ada misteri yang harus dibongkar.

Peneliti Temukan Musuh Terbesar Buaya

0 komentar

             Buaya punya indra yang sangat kuat untuk menentukan arah dan lokasi di mana mereka berada

      Peneliti di kawasan selatan Florida menemukan hal yang sangat menggembirakan, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Sebagai informasi, Florida selatan memiliki populasi buaya liar hingga 2000 ekor.

Peneliti di kawasan tersebut menemukan metode yang sangat ampuh namun tidak mematikan, yang dapat memastikan buaya tetap berada jauh-jauh dari tempat tinggal manusia.

Seperti diketahui, buaya memiliki indra yang sangat kuat untuk menentukan arah dan lokasi di mana mereka berada. Meski mereka ditangkap dan dibawa pergi jauh dari habitat mereka, buaya punya insting yang mampu membawa mereka kembali ke tempat dari mana mereka berasal.

Kemampuan ini dimungkinkan oleh sistem navigasi magnetik yang ada di dalam tubuh buaya. Dan inilah yang dimanfaatkan oleh para peneliti. Pasalnya, sangat mudah untuk mengacaukan apapun yang terkait dengan mangnet di dunia ini.

Peneliti Florida tersebut kemudian mencoba untuk mengganggu indra navigasi buaya. Mereka memasang magnet ke kepala buaya dengan pita elektrik lalu membawanya pergi. Dan setiba di tempat tujuan, peneliti melepas magnet tersebut.

Ternyata, pemasangan magnet di kepala buaya sangat efektif dalam mengganggu indra penunjuk arah mereka. Buaya-buaya yang diuji coba tersebut umumnya tidak mampu kembali ke habitat mereka setelah ditempeli magnet.     

Merkuri, Penyebab Burung Jadi Homoseks

0 komentar

              Selain menyabkan homoseksual, merkuri juga menurunkan gairah pada pasangan normal.

           Kadar merkuri, meskipun rendah, yang terkonsumsi ibis putih jantan dapat menyebabkan burung itu kawin dengan sesama jenis, dan mengabaikan betinanya. Akibatnya, banyak ibis betina tidak dibuahi, dan keturunan burung-burung tersebut makin sedikit.

Ini bukanlah pertamakalinya polutan didapati telah mengubah preferensi seksual hewan. Banyak zat kimia bisa “membetinakan” para pejantan atau menurunkan tingkat kesuburan, meski pejantan yang terpengaruh dengan cara ini masih lebih suka berhubungan seks dengan betina.

Seperti diketahui, merkuri merupakan bahan kimia yang sangat berbahaya, khususnya dalam bentuk methylmercury, yang mampu menurunkan populasi burung-burung liar dengan merusak kelakuan pada induk burung.

Untuk mengetahui lebih lanjut apakah merkuri juga mempengaruhi perkawinan, Peter Frederick, peneliti dari University of Florida dan Nilmini Jayasena dari University of Peradeniya, Sri Lanka menangkap 160 burung ibis putih muda dari kawasan Florida selatan. Mereka kemudian menyiapkan makananan yang terkontaminasi dengan methylmercury pada burung-burung itu dan memantaunya secara ketat.

Burung-burung kemudian dibagi ke dalam empat kelompok. Satu kelompok memakan makanan dengan 0,3 parts per million (ppm) methylmercury yang dianggap oleh sebagian besar negara bagian AS terlalu tinggi untuk konsumsi manusia. Kelompok kedua mendapatkan 0,1 ppm, kelompok ketiga mendapat 0,05 ppm. Dosis 0,05 ppm merupakan dosis rendah yang biasa dikonsumsi burung itu di lingkungan liar saat ini. Kelompok keempat tidak diberikan merkuri.

Dari tiga kelompok yang diberikan merkuri, jumlah pejantan yang menjadi homoseksual meningkat secara signifikan. Dua ekor pejantan kemudian berpasangan, membangun sarang bersama-sama dan berduaan selama beberapa pekan. Dosis lebih tinggi meningkatkan efek ini, yakni mencapai 55 persen di kelompok burung yang diberi dosis 0,3 ppm. Secara total, perkawinan jantan dengan jantan mencapai 81 persen di kelompok yang dipasok merkuri.

Di saat yang sama, intensitas hubungan pasangan yang tetap normal juga menurun dan pasangan normal ini menjadi orang tua yang buruk akibat keracunan methylmercury tersebut. Kombinasi efek menyukai sesama pejantan dan memburuknya hubungan antara pasangan jantan-betina bisa sangat parah. “Dalam skenario terburuk, produksi keturunan bisa turun hingga 50 persen,” kata Frederick, seperti dikutip dari Newscientist, 2 Desember 2010.

Meski menyebutkan bahwa burung lain juga mengalami hal serupa, Frederick mengatakan belum jelas kelompok hewan lain mana yang terkena imbas. Selain itu, belum dapat dibuktikan pula keracunan merkuri dapat mempengaruhi orientasi seksual pada manusia meski telah diteliti selama bertahun-tahun. “Jika efeknya pada manusia sama kuat seperti pada burung ibis, pasti peneliti sudah menemukannya,” kata Frederick.

Gen Manusia dan Terumbu Karang Sama

0 komentar

              Terumbu karang kemungkinan dapat membantu manusia mengatasi penyakit kanker.

            Sekelompok ilmuwan terkejut ketika mengetahui bahwa terumbu karang, salah satu bentuk kehidupan tertua di Bumi, memiliki gen yang sama dengan manusia. Kesamaan gen penyusun tubuh mencapai 70 persen.

Menurut penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan di jurnal Nature, tim peneliti telah mengurutkan genome dari organisme yang sudah berusia 650 juta tahun itu selama lima tahun.

“Terumbu karang memiliki tingkat kemiripan yang rendah dengan bangsa hewan,” kata Kenneth S. Kosik, peneliti asal University of California-Santa Barbara, seperti dikutip dari TG Daily, 10 Desember 2010.
“Contohnya, mereka tidak punya banyak neuron. Akan tetapi, genome terumbu karang membuktikan adanya banyak gen di dalam neuron,” ucapnya.

Peneliti lain dari Australia, yang telah menyelesaikan pengamatan genetik terhadap terumbu karang di Great Barrier Reef juga menemukan hal serupa.

“DNA yang sama antara manusia dan terumbu karang mencakup sejumlah DNA yang umumnya terkait dengan penyakit dan kanker,” kata Bernard Degnan, peneliti dari University of Queensland. “Ini membuka peluang adanya terobosan dalam penelitian sel dan mengatasi kanker,” ucapnya.

Degnan menyebutkan, dengan mengamati sel terumbu karang, kemungkinan kita bisa mendapatkan informasi seputar seluk beluk sel tubuh kita sendiri dan bagaimana kita dapat memanfaatkan sel terumbu karang untuk aplikasi medis di masa depan.

“Melindungi terumbu karang di samudera sangatlah penting bagi kelestarian mereka dan ekosistem di dalam laut,” kata Degnan. “Akan tetapi, temuan ini diharapkan dapat membuat manusia lebih melihat manfaat lain yang disediakan terumbu karang, yakni untuk riset medis yang menguntungkan manusia,” ucapnya.

Manusia Kawini Neanderthal

0 komentar

            Neanderthal memiliki banyak kesamaan dengan mereka yang tinggal di Eropa dan Asia Timur

       Sekelompok biolog internasional mengumumkan bahwa Neanderthal dan manusia modern kemungkinan besar telah berkawin silang di kawasan Timur Tengah. Perkawinan ini terjadi setelah mereka bermigrasi keluar dari Afrika, sekitar 100 ribu tahun lalu.

Hasilnya, banyak manusia modern yang hidup di masa kini membawa satu sampai empat persen gen manusia Neanderthal.

Seperti dikutip dari Discovermagazine, 20 Desember 2010, Svante Paabo dan timnya dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, menganalisa tiga tulang Neanderthal yang ditemukan di gua Vindija di Kroasia.

Paabo kemudian membandingkan genome-nya dengan milik manusia modern yang tinggal di kawasan selatan Afrika, Afrika Barat, Papua New Guinea, China, dan barat Eropa.

Ternyata, Neanderthal memiliki banyak kesamaan dengan mereka yang tinggal di Eropa dan Asia Timur dibandingkan dengan mereka yang tinggal di Afrika.

“Tautan gen di antara dua kelompok manusia ini kemungkinan terjadi sebelum manusia modern datang ke dataran Eropa sekitar 30 sampai 40 ribu tahun lalu,” kata Paabo menyimpulkan.

Temuan Paabo ini serupa dengan temuan antropolog genetik dari University of Mexico. Ketika itu, sekelompok antropolog itu menganalisa data dari 1.983 manusia modern asal Afrika, Eropa, Asia, Oceania, dan Amerika.

Kesimpulannya, Neanderthal atau kelompok manusia purba lain pasti pernah kasin silang dengan nenek moyang manusia modern setidaknya satu kali, di kawasan timur Mediterania, sesaat setelah manusia bermigrasi keluar dari Afrika.

Diperkirakan, ini juga yang menyebabkan mengapa rekam jejak genetik Neanderthal hadir di seluruh manusia modern non Afrika, tidak hanya manusia Eropa saja. “Saat ini, kita sedang berupaya untuk mengetahui lebih lanjut berapa banyak kawin silang telah terjadi,” kata Keith Hunley, peneliti dari University of Mexico.

Ulat Bulu pun Bisa Bersiul

0 komentar

           Ternyata siulan ulat bulu bisa membuat burung lari tunggang langgang.

       Ulat bulu ternyata tak cuma mahir membuat sekujur tubuh Anda gatal-gatal tak keruan, tapi juga bisa bersiul layaknya seekor burung.
Memang ulat bulu memang tak akan bersiul seperti burung melalui mulut mereka. Namun, menurut para peneliti, ulat bulu bisa bersiul dengan melalui sisi-sisi tubuh mereka.
Ini mereka lakukan sebagai mekanisme pertahanan diri untuk mengusir burung-burung predator. Dari hasil penelitian terhadap ulat bulu sphinx walnut caterpillar atau Arnorpha juglandis, asal siulan mereka berasal dari tubuh mereka.
Seperti dikutip dari Livescience, setelah diamati melalui video berkecepatan tinggi, para periset berkesimpulan ketika ulat bersiul, mereka menekan kepala mereka ke belakang.
Ini dilakukan untuk menekan rongga di tubuh mereka sehingga suara siulan akan keluar melalui delapan pasang lubang angin di perut mereka.
Masing-masing pasang rongga perut itu berdecit sekitar empat detik, dengan rentang frekuensi yang bisa didengar oleh burung maupun manusia, hingga suara ultrasound.
Saat para peneliti mengamati ulat tersebut, burung warbler (burung yang pandai berkicau) yang hendak memangsa ulat itu, biasanya akan kaget dan lari tunggang langgang ketika ulat mulai bersiul. Siulan ulat bulu ini selalu menyelamatkannya dari sergapan burung warbler.
"Burung-burung ini sepertinya terkaget-kaget dengan siulan si ulat karena tidak mengira akan bunyi tersebut," ujar Jayne Yack, Neuroethologist dari Carleton University, Ottawa Kanada.

Peneliti Temukan Hewan Hidup Tanpa Oksigen

0 komentar

          Temuan ini membuka kemungkinan adanya kehidupan di lingkungan bebas oksigen lainnya.

          Sekelompok peneliti laut dalam asal Italia dan Denmark menemukan hewan multiseluler yang melangsungkan seluruh hidupnya tanpa menghirup oksigen.

Kelompok peneliti itu menemukan tiga spesies Loricifera (hewan serupa ubur-ubur berukuran panjang kurang dari satu milimeter) di endapan cekungan L’Atalante, sebuah kawasan perairan asin tak beroksigen di kedalaman 3000 meter, dasar laut Mediterrania, atau laut tengah.

Ketika Antonio Pusceddu, peneliti dari Marche Polytechnic University, Italia, dan rekan-rekannya menemukan Loricifera tersebut, mereka memperkirakan bahwa hewan itu jatuh ke dasar laut setelah hewan itu mati.

“Kami kira sangatlah tidak mungkin mereka bisa hidup di sana,” kata Pusceddu, seperti dikutip dari Discovermagazine, 27 Desember 2010. Akan tetapi, dari uji coba yang dilakukan pada dua ekspedisi berikutnya, diketahui bahwa hewan yang ditemukan itu masih hidup.

Pusceddu menyebutkan, Loricifera memiliki cara adaptasi yang unik terhadap lingkungan bebas oksigen.

Hewan ini tidak memiliki mitochondria (sel yang mampu mengonversi oksigen menjadi energi seperti yang ada di seluruh sel hewan lainnya). Akan tetapi mereka menggunakan struktur yang menyerupai hydrogenosom, organ yang menggunakan mikroba untuk menghasilkan energi.

Yang menarik, temuan ini membuka kemungkinan adanya kehidupan hewan yang lebih kompleks di lingkungan keras bebas oksigen lainnya. Baik di Bumi ataupun di tempat-tempat lain.

Persamaan Manusia dengan Kecoa

0 komentar

            Sama seperti manusia, sebagian besar kecoak memilih untuk menggunakan arah kanan.

         Saat kita mendapati kecoak tergesa-gesa melarikan diri ke sudut yang gelap ketika kita menyalakan lampu, yang kita rasakan umumnya adalah perasaan jijik, bukan rasa akrab.

Akan tetapi, dari penelitian terbaru terungkap bahwa sebagian besar manusia ternyata memiliki perilaku mendasar yang sama dengan makhluk menjijikkan itu, yakni lebih menggunakan tangan kanan.

Pada penelitian, seperti dikutip dari ScienceMag, 12 Desember 2010, peneliti melepaskan kecoak pada tabung berbentuk Y. Tabung itu sebelumnya sudah diberi aroma vanilla atau ethanol untuk menarik serangga itu melewati percabangan. Peneliti kemudian mencatat arah mana yang diambil oleh kecoak.

Ternyata, 57 persen kecoak dengan antena lengkap lebih memilih mengambil arah ke kanan. Pemilihan arah kanan ini juga tidak berubah meskipun peneliti memotong salah satu antena sensitif kecoak yang berguna sebagai indra peraba dan penciuman.

Temuan yang akan dipublikasikan pada Journal of Insect Behaviour edisi mendatang ini menambah bukti bahwa bahkan otak berukuran terkecil sekalipun memiliki preferensi terhadap arah.

Menurut peneliti, penemuan ini juga bisa dimanfaatkan oleh para biolog yang tengah berusaha mencari cara untuk mengontrol kecoak baik untuk kebutuhan misi penyelamatan saat bencana, ataupun untuk mengontrol hama.

Ular Mampu Terbang di Udara

0 komentar

            Komponen gaya aerodinamik ke atas ular lebih besar daripada bobotnya sendiri.

        - Bagi seseorang yang menderita Ophidiophobia (fobi terhadap ular), ular jenis Chrysopelea mungkin merupakan mimpi terburuk mereka.Pasalnya, ular ini tak cuma bisa mendekati mangsa dengan merayap, melainkan juga bisa terbang di udara. 
Menurut situs Discovery, para peneliti telah berhasil menjelaskan bagaimana ular-ular Chrysopelea bisa melayang hingga setinggi 80 feet atau 24 meter, di antara pepohonan habitatnya di Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Para pakar biologi dari Virgina Tech telah meneliti ular-ular ini dengan menerjunkan mereka dari menara-menara yang tingginya lebih dari 49 feet atau 15 meter, dan merekam setiap gerakan yang mereka lakukan.
Ular ini terbang bukan dengan menentang gravitasi atau melakukan hal lain. Tapi magnitudo gaya yang dihasilkan ular ini memang mengejutkan. Aksi 'akrobatik' ini, ternyata bisa dilakukan dengan menggunakan tubuh ular yang aerodinamis.
"Bagian tubuh ular yang melintang, membentuk sesuatu yang biasanya dijumpai pada sebuah sayap tipikal. Kami tak mengira menemukan kinerja aerodinamik yang demikian baik," kata Jake Socha, peneliti riset ini.
Ular mampu mengangkat tubuh mereka dengan memanfaatkan kombinasi kelebihan bentuk tubuh dengan sudut yang ia ambil ketika menjemput angin, atau diketahui dengan istilah sudut serangan, kata Socha.
Misalnya saja, untuk lepas landas dari sebuah pohon, ular-ular ini menjatuhkan bagian depan tubuh mereka sehingga membentuk postur seperti huruf 'J', sebelum kemudian melompat dan berakselerasi untuk melayang.

Namdur Betina, Burung Paling Materialistis

0 komentar

              Namdur jantan juga harus pandai merayu dengan beratraksi di depan si betina.

          Bowerbird atau burung Namdur jantan, seperti layaknya kaum pejantan dari spesies lain, mencari perhatian calon pasangan betinanya dengan memamerkan kekayaan.

Sebagai contoh, ia bisa mengumpulkan sampai 5 ribu buah batur, tulang, kerang, hingga berbagai benda buatan manusia untuk membangun sarang di mana ia akan menunggu betina yang tertarik. Dan seperti pejantan umumnya, Namdur jantan juga menyombongkan apa yang mereka punyai.

Selain itu, Namdur jantan juga harus pandai merayu dengan beratraksi di depan si betina dengan menyanyi dan memamerkan kebolehan lainnya. Namdur betina kemudian akan memilih pejantan yang paling “kaya” yang memiliki sarang paling bagus serta menarik dan yang berbakatlah yang berhak mengawininya.

Ternyata, tidak itu saja. John Endler, ekolog asal Deakin University, Australia melaporkan, burung Namdur jantan juga menggunakan perhiasan-perhiasan yang mereka kumpulkan untuk membuat ilusi optik.

Setelah Burung, Puluhan Ribu Kepiting Mati.

0 komentar

              Para ilmuwan masih belum menemukan penyebab pasti dari peristiwa ini.

           Setelah matinya ribuan burung belum lama ini, kini tumpukan bangkai kepiting ditemukan memenuhi daerah pantai di Thanet Coast. 
Seperti dikutip oleh situs Livescience, para ilmuwan telah dibuat bingung dengan fenomena kematian ribuan kepiting yang terjadi di daerah ini. Diperkirakan ada sekitar 25 ribu kepiting jenis Necora puber yang mati di pantai ini, tahun ini.
"Ini telah menjadi sebuah fenomena yang tak terpecahkan sejak tiga tahun berturut-turut," ujar Tony Child, Thanet Coast Project Manager, kepada situs Livescience.
Tahun lalu, bahkan kepiting yang mati di tempat ini lebih banyak lagi, yakni mencapai sekitar 40 ribu kepiting. Thanet Coast adalah sebuah pesisir yang panjang yang memiliki batu karang kapur, di wilayah Kent Inggris.
Tapi, tahun ini, yang mati dipantai tersebut tak cuma kepiting, melainkan juga bintang laut. Kepiting Necora puber atau dikenal juga dengan nama velvet swimming crab, merupakan kepiting yang memiliki mata berwarna merah, dengan rambut-rambut halus yang tumbuh pada tubuhnya, sehingga tampak seperti tekstur beludru.
Para pakar lingkungan sempat melakukan serangkaian penelitian terkait dengan kejadian ini, namun pemelitian itu tak menemukan kesimpulan apapun. Namun, Child punya perkiraan tentang penyebab kematian kepiting tadi.
Menurut dia, setiap tahun kematian kepiting terjadi saat pantai tertutup salju. Child menjelaskan, salju mencair akan membuat suhu di sekitar pantai anjlok sehingga kematian kepiting diperkirakan ada kaitannya dengan hipothermia. "Namun, saya tidak tahu pasti, apakah ini benar-benar penyebabnya," kata Child.
Sebelum kematian massal kepiting ini, sekitar 500 burung ditemukan mati di Lousiana, dan burung-burung lainnya ditemukan mati di Swedia. Sementara di beberapa negara lain juga ditemukan bangkai-bangkai ikan yang telah mati.

Jamur Jadikan Semut Seperti Zombie

0 komentar

               Jamur melakukan praktek pembuatan semut zombie jauh sebelum manusia muncul di Bumi.

           Ilmuwan menemukan salah satu jenis jamur yang kemungkinan telah menginvasi tubuh semut kayu (Camponotus leonardi) dan mengontrol perilaku mereka selama 48 juta tahun terakhir.

Sebuah jamur parasit bernama Ophiocordyceps unilateralis telah terbukti secara sengaja menginfeksi semut-semut karena semut-semut itu bertempat tinggal di tanaman dan pepohonan yang ingin dimanfaatkan juga oleh jamur.

Setelah jamur menginvasi tubuh semut, ia kemudian menginstruksikan serangga itu untuk menggigit bagian bawah daun, tepat di pembuluhnya. Kemudian, saat semut berada di lokasi yang optimal, jamur kemudian tumbuh pesat di seluruh tubuh semut.

Akhirnya jamur membunuh semut ‘zombie’ yang perilakunya sudah dikontrol itu sambil bersiap-siap menyebarkan spora baru.

“Saat semut berada di bawah kontrol jamur, semut meninggalkan tanda yang jelas yang disebut ‘gigitan kematian’ di daun-daun,” kata David Hughes, peneliti dari Harvard University, seperti dikutip dari Unexplained-Mysteries, 4 Januari 2010.

Semut yang dikontrol, kata Hughes, menggigit tepat di pembuluh tanaman dalam upaya mencari titik optimal bagi pertumbuhan jamur.

Dari penelitian, Hughes menemukan bahwa gigitan tersebut sama persis dengan temuan fosil daun yang sudah berusia 48 juta tahun. Temuan ini membuatnya yakin bahwa jamur telah melakukan praktek pembuatan semut ‘zombie’ jauh sebelum manusia muncul di Bumi.

“Kami yakin bahwa jamur yang mengontrol pikiran semut saat semut itu membuat tanda gigitan di daun,” kata Hughes. “Pasalnya, bukanlah hal yang normal bagi semut untuk menggigit daun tepat di pembuluhnya karena tindakan itu tidak ada nilai nutrisinya bagi mereka,” ucapnya.

Bahkan, Hughes menyebutkan, bagi semut, menggigit tepat di pembuluh tanaman spesies tertentu justru sangat berbahaya karena beracun.

Macan Dahan Sumatera Spesies Tersendiri.

0 komentar

              Dulu hanya dikenal satu spesies macan dahan di dunia.

Macan atau harimau dahan yang hidup di Sumatera dan Kalimantan dipastikan merupakan spesies kucing tersendiri dengan nama latin Neofelis diardi. Macan dahan ini ditemukan terpisah 1,5 juta tahun dengan nenek moyang bersama spesies macan dahan daratan China (Neofelis nebulosa).

Dugaan macan dahan Sumatera ini spesies berbeda dimulai melalui riset genetik yang dilansir Andrew C. Kitchener, Mark A. Beaumont, dan Douglas Richardson pada Desember 2006. Keduanya menemukan perbedaan yang signifikan antara macan dahan di Sumatera dan Kalimantan ini dengan yang hidup di daratan China.

Selain perbedaan genetik, pola motif macan dahan Sumatera dan Kalimantan ini lebih kecil dan gelap. Namun hasil penelitian ini masih ditelusuri lebih jauh.

Kemudian, pada Sabtu 22 Januari 2010, BBC melansir sebuah tim ilmuwan yang bekerja di Hutan Lindung Dermakot di Malaysia mengeluarkan sebuah video rekaman kucing ini di alam liar. Tim dipimpin Andreas Wilting dari Institut Leibniz Institute untuk Riset Hewan dan Alam Liar di Berlin, Jerman, ini menangkap gambar macan dahan berjalan di sebuah jalan.

Gambar ini diharapkan menambah sampel 15 macan dahan Kalimantan dan 16 macan dahan Sumatera, untuk dipelajari molekul dan genetik asalnya.

"Meski kami mengira macan dahan Kalimantan dan Sumatera telah terpisah sejak zaman es terakhir, belum diketahui apakah isolasi ini telah menyebabkan mereka terpisah menjadi dua subspesies," kata Wilting.

Namun analisis tim memastikan keduanya berbeda penampilan sehingga disebut subspesies Neofelis diardi borneensis untuk yang hidup di Kalimantan dan Neofelis diardi diardi untuk yang hidup di Sumatera.
Keduanya sama-sama memiliki pola kulit yang sama, namun memiliki sedikit perbedaan morfologi pada tengkorak dan gigi. Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Filogenetik Molekular dan Evolusi.

"Sejauh ini kami hanya berspekulasi mengenai penyebab evolusi macan dahan," kata anggota tim, Joerns Fickel. Penyebabnya diduga adalah letusan gunung Toba sekitar 75 ribu tahun yang lalu yang menyapu habis macan-macan dahan yang ada. Satu grup bertahan di China dan satu lagi di Kalimantan. Tipe kedua ini kemudian terpisah jadi kedua, ketika sebuah kelompok berpindah ke Sumatera di zaman es. Tapi pada saat es mencair mereka terpisah total.

Keberadaan macan dahan ini sekarang terancam punah sehingga masuk dalam kategori hewan langka yang dilindungi dunia. Habitatnya sendiri terancam, karena hutan Kalimantan dan Sumatera termasuk dalam daftar laju deforestasi yang tinggi.

Gagak Pakai Perkakas untuk Berbagai Keperluan

0 komentar

                Gagak menggunakan alat untuk mengambil makanan dari tempat-tempat yang sulit dijangkau.

Apa yang dilakukan oleh burung gagak saat mereka bertemu dengan laba-laba mainan dari plastik? Dari penemuan terbaru, diketahui bahwa gagak Kaledonia Baru akan mencari dan menggunakan alat untuk mengamati benda tersebut.

Pada laporan yang dipublikasikan di jurnal Animal Cognition, sekelompok tim peneliti dari University of Oxford, Inggris melakukan pengamatan pada burung gagak, khususnya gagak Kaledonia Baru (Corvus moneduloides).

Seperti diketahui, gagak spesies itu dikenal cerdas dan inovatif karena seringkali menggunakan perkakas seperti ranting atau benda lain yang ia temukan untuk mengambil makanan dari tempat-tempat yang sulit dijangkau. Ternyata, kecerdasan mereka lebih dari itu.

Untuk mengetahui lebih lanjut, peneliti memberikan berbagai objek pada sekelompok burung gagak mulai dari ular karet, lampu LED yang berkelap-kelip, hingga ceceran cat. Tujuannya, peneliti ingin mengetahui sampai sejauh mana gagak itu bereaksi terhadap objek yang sama sekali baru bagi mereka namun tidak terkait dengan makanan.

“Saat kami beri objek-objek yang tidak lazim bagi burung gagak, kami menemukan bahwa sebagian di antara mereka menyentuh objek itu dengan alat bantu, tidak dengan paruhnya,” kata Jo Wimpenny, ketua tim peneliti, seperti dikutip dari BBC, 20 Januari 2011.

Gagak, kata Wimpenny, menggunakan perkakas dalam konteks mengumpulkan informasi, sebagai contoh untuk mengetahui apakah objek yang bersangkutan aman atau berpotensi berbahaya, tanpa melakukan kontak langsung dengan objek itu.

“Perilaku ini juga umum terjadi pada manusia, misalnya saat kita sedang berada di hutan dan menemukan objek aneh yang belum pernah kita lihat sebelumnya,” kata Wimpenny. “Kita tentu merasa lebih aman untuk menyentuh objek aneh itu dengan tongkat dibandingkan dengan jari.” Wimpenny menyebutkan, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengamati bahwa burung menggunakan perkakas untuk berbagai tujuan, di luar mencari makan.

Otak Ikan Cere Sama Pintar dengan Manusia

0 komentar

               Pada pengujian, mahasiswa punya kemampuan numerik yang kurang lebih sama dengan ikan Cere.

       Di Indonesia, Mosquitofish sering disebut dengan ikan Gupi, ikan Seribu, atau ikan Cere. Ikan air tawar ini memakan larva nyamuk dan sangat sosial dalam hidupnya. Saat mereka sedang sendirian, prioritas pertama yang ada di pikirannya adalah menemukan ikan Cere lain.

Dari penelitian terakhir, dalam sebuah eksperimen di lab ternyata ikan itu bisa ‘menghitung’ dan membedakan kuantitas numerik. Tidak hanya jumlah yang kecil misalnya 4 dan 8, tetapi ikan itu juga bisa membedakan antara kuantitas besar seperti 100 dan 200.

“Anda tentu tidak berharap bisa menemukan hal yang menarik semacam ini saat berurusan dengan hewan seperti ikan,” kata Christian Agrillo, ketua tim peneliti dari University of Padova, Italia, seperti dikutip dari NationalGeographic, 9 Januari 2010. “Ini sangat luar biasa,” ucapnya.

Namun, kata Agrillo, kemampuan numerik ini juga berkurang saat rasio antara kedua angka diubah. Efek ini juga terjadi di antara manusia yang disurvey.

Pada eksperimen, seekor ikan ditempatkan pada penampungan. Ia diminta memilih satu di antara dua pintu yang diberi gambar geometrik. Misalnya, pintu A diberi empat gambar geometri, sementara pintu B diberi delapan gambar. Pintu-pintu ini nantinya mengarah ke tempat di mana kelompok ikan-ikan Cere lain berada.

Pada uji awal, ikan tidak tahu harus pergi ke mana dan mereka memilih secara acak. Akan tetapi, sejalan dengan waktu, ikan itu mulai memilih pintu yang tepat. Peneliti kemudian menggunakan lebih banyak gambar di pintu.

“Cukup menarik, sebagian ikan yang diteliti tampak terkejut saat angkanya diubah menjadi ratusan. Mereka berenang ke dalam pintu lalu melihat pada gambar itu seperti layaknya sedang mencoba memahami sesuatu,” kata Agrillo. “Namun, setelah beberapa saat, mereka mulai berhasil menjawab tantangan itu,” ucapnya.

Saat peneliti mengubah jumlah gambar di pintu, diketahui bahwa saat gambar di kedua pintu memiliki jumlah yang makin serupa, tingkat keberhasilan ikan itu dalam menemukan jalan ke kelompok yang tepat semakin menurun.

Sebagai contoh, saat rasio gambar adalah 1 banding 2 (misalnya 8 banding 16) atau 2 banding 3 (8 banding 12), ikan lebih mampu memilih pintu yang tepat. Akan tetapi, ketika rasio diubah menjadi 3 banding 4 (misalnya 9 banding 12), mereka tidak menunjukkan bahwa mereka bisa membedakan perbedaan di antara kedua jumlah itu.

Peneliti kemudian melakukan uji coba yang sama pada manusia. Sebanyak 25 orang mahasiswa diminta melakukan tes yang serupa dengan ujian yang diberikan pada ikan.

Pada percobaan, mahasiswa diminta menentukan perbedaan antara jumlah yang besar dalam waktu dua detik agar tidak cukup waktu untuk menghitung jumlah gambar-gambar geometrik yang ada di pintu.

Meski secara umum manusia lebih akurat dibanding ikan Cere, ternyata kemampuan untuk menilai perbedaan jumlah menurun saat rasio perbandingan angkanya diubah dari 2 banding 3 menjadi 3 banding 4.

Menurut Agrillo dan timnya, hasil ini menambah bukti bahwa manusia, ikan, dan vertebrata lain memiliki kemampuan yang sama dalam memproses angka meskipun manusia memiliki kemampuan yang jauh lebih baik.

Jamur Jadikan Semut Seperti Zombie

0 komentar

               Jamur melakukan praktek pembuatan semut zombie jauh sebelum manusia muncul di Bumi.

           Ilmuwan menemukan salah satu jenis jamur yang kemungkinan telah menginvasi tubuh semut kayu (Camponotus leonardi) dan mengontrol perilaku mereka selama 48 juta tahun terakhir.

Sebuah jamur parasit bernama Ophiocordyceps unilateralis telah terbukti secara sengaja menginfeksi semut-semut karena semut-semut itu bertempat tinggal di tanaman dan pepohonan yang ingin dimanfaatkan juga oleh jamur.

Setelah jamur menginvasi tubuh semut, ia kemudian menginstruksikan serangga itu untuk menggigit bagian bawah daun, tepat di pembuluhnya. Kemudian, saat semut berada di lokasi yang optimal, jamur kemudian tumbuh pesat di seluruh tubuh semut.

Akhirnya jamur membunuh semut ‘zombie’ yang perilakunya sudah dikontrol itu sambil bersiap-siap menyebarkan spora baru.

“Saat semut berada di bawah kontrol jamur, semut meninggalkan tanda yang jelas yang disebut ‘gigitan kematian’ di daun-daun,” kata David Hughes, peneliti dari Harvard University, seperti dikutip dari Unexplained-Mysteries, 4 Januari 2010.

Semut yang dikontrol, kata Hughes, menggigit tepat di pembuluh tanaman dalam upaya mencari titik optimal bagi pertumbuhan jamur.

Dari penelitian, Hughes menemukan bahwa gigitan tersebut sama persis dengan temuan fosil daun yang sudah berusia 48 juta tahun. Temuan ini membuatnya yakin bahwa jamur telah melakukan praktek pembuatan semut ‘zombie’ jauh sebelum manusia muncul di Bumi.

“Kami yakin bahwa jamur yang mengontrol pikiran semut saat semut itu membuat tanda gigitan di daun,” kata Hughes. “Pasalnya, bukanlah hal yang normal bagi semut untuk menggigit daun tepat di pembuluhnya karena tindakan itu tidak ada nilai nutrisinya bagi mereka,” ucapnya.

Bahkan, Hughes menyebutkan, bagi semut, menggigit tepat di pembuluh tanaman spesies tertentu justru sangat berbahaya karena beracun.

Tubuh Gajah Makin Kecil, Terancam Punah?

0 komentar

               “Mereka akan dengan mudah diserang oleh predator seperti hyena dan anjing hutan."

            Sejumlah ilmuwan yang bekerja di banyak kawasan di dunia telah menemukan hal yang mengejutkan. Diketahui, ukuran berbagai spesies gajah semakin lama semakin mengecil.

Dari analisa yang dilakukan para ilmuwan dari tahun ke tahun, mereka menemukan fenomena di mana mamalia raksasa itu semakin berkurang ukurannya hingga 5 persen per tahun.

Jika kecepatan penyusutan ukuran saat ini tidak berubah, ilmuwan berpendapat, dalam 30 tahun mendatang, tinggi seekor gajah dewasa di seluruh dunia hanya akan mencapai 1 meter saja. Padahal, sebagai informasi, secara normal, hewan yang mampu hidup hingga 70 tahun itu bisa tumbuh hingga 3 sampai 4 meter tingginya.

“Ini sangat luar biasa dan tentunya cukup mengkhawatirkan bagi komunitas gajah,” kata professor Giles Blandwidth, ketua tim proyek penelitian gajah di Afrika Selatan, seperti dikutip dari New Scientist, 29 Desember 2010.

Jika ukurannya sudah sependek itu, kata Blandwidth, akan ada efek yang buruk terhadap kelanjutan populasi gajah di seluruh dunia. “Mereka akan dengan mudah diserang oleh predator seperti hyena, anjing hutan, atau bahkan babi hutan,” ucapnya.

Blandwidth menyebutkan, para peneliti kini sedang berupaya keras menemukan faktor penyebab mengapa ukuran gajah terus menyusut. “Kami berpacu dengan waktu untuk menemukan solusi terhadap masalah yang sangat penting ini, sebelum ukuran gajah menjadi terlalu kecil,” ucapnya.

Black Hole Terbesar, 6,6 Miliar Kali Matahari

0 komentar

                  Lubang hitam ini berukuran cukup besar untuk menelan seluruh sistem tata surya kita.

          Astronom berhasil melakukan pengukuran terhadap lubang hitam (black hole) terbesar di sistem tata surya tetangga. Diperkirakan, black hole tersebut memiliki bobot yang sama dengan 6,6 miliar bobot matahari.

Melihat ukurannya yang raksasa, lubang hitam yang berada di M87, galaksi berbentuk elips itu bisa menjadi black hole pertama yang bisa ditangkap secara langsung oleh teleskop, bukan ditemukan berdasarkan bukti-bukti yang didapat.

Karl Gebhardt, astronom dari University of Texas, Amerika Serikat yang memimpin tim peneliti menggunakan teleskop Gemini North berukuran diameter 8 meter yang ada di Hawaii. Mereka mengamati pergerakan bintang-bintang di sekitar lubang hitam itu.

Untuk mendapatkan massa lubang hitam secara konklusif, Gebhardt dan timnya perlu memperhitungkan seluruh komponen di galaksi. Termasuk halo gelap – sebuah kawasan yang mengelilingi galaksi yang dipenuhi dengan partikel gelap – lubang hitam dan bintang-bintang.

Gebhardt menggunakan fasilitas Near-Infrared Field Spectograph di teleskop Gemini untuk mengukur kecepatan bintang-bintang saat mereka mengorbit lubang hitam. Optik adaptif kemudian digunakan untuk mengganti secara real time setiap perpindahan di atmosfir yang bisa mengaburkan detail yang dapat ditangkap oleh teleskop di Bumi.

Hasilnya, tim berhasil melacak bintang-bintang pada pusat galaksi M87 dengan akurasi 10 kali lebih baik dibanding sebelumnya.

“Temuan ini hanya bisa dimungkinkan dengan mengombinasikan kelebihan ukuran teleskop dan resolusi spasial pada level yang umumnya hanya diperkenankan untuk digunakan pada fasilitas luar angkasa,” kata Gebhardt, seperti dikutip dari TGDaily, 18 Januari 2011.

Penemuan tersebut juga membuka peluang dimungkinkannya manusia melihat lubang hitam. “Saat ini belum ada bukti langsung bahwa lubang hitam benar-benar ada,” kata Gebhardt. “Saat ini lubang hitam baru bisa disimpulkan,” ucapnya.

Menurut Gebhardt, lubang hitam di M87 sangat raksasa sehingga astronom di masa depan bisa mendeteksi ‘event horizon’ atau sisi terluar, di mana tidak ada apapun yang bisa menghindar darinya. Diperkirakan, event horizon milik lubang hitam M87 berukuran tiga kali lebih besar dibanding orbit planet Pluto. Ukuran ini cukup besar untuk menelan seluruh sistem tata surya kita.

Meski teknologi untuk melihat secara langsung lubang hitam, Gebhardt menyebutkan, di masa depan, astronom juga bisa menggunakan jaringan teleskop sub milimeter di seluruh dunia untuk mencari bayangan dari event horizon pada piringan gas yang mengelilingi lubang hitam M87.

Bola Api Hijau Misterius Melintasi Langit AS

0 komentar

        "Yang bisa kupikirkan, hanya bayangan soal kiamat 2012 -- setelah kematian massal burung."

         Sebuah bola api menakjubkan terlihat melintas di langit timur Amerika Serikat, Selasa 11 Januari 2011 malam. Saat menuruni Bumi, benda itu mengeluarkan kilat cahaya menyilaukan, menerangi malam.

"Aku melihat bola api raksasa jatuh dari langit," kata saksi mata Rodney Anderson seperti dimuat situs www.ksla.com.

Ia mengaku gugup saat itu. "Yang bisa kupikirkan, hanya bayangan soal kiamat 2012 -- setelah kematian massal ikan dan ribuan bangkai burung jatuh dari langit."

Gambaran tentang bola api besar yang melintas juga datang dari pasangan Bruce dan Beverly Faulkne. Mereka mengaku melihatnya saat membelokkan mobil menuju pekarangan mereka di Mississippi.

"Sebelum aku berbelok dengan sempurna, benda itu sudah menghilang," kata Bruce yang mendeskripsikan meteorit yang ia lihat seukuran mobil SUV dan memiliki ekor berwarna oranye.

"Kami pikir jika 10 kaki lebih rendah,  bola api itu bisa membakar gudang pertanian milik kami atau apapun," kata Bruce Faulkne. Badan Meteorologi setempat mengaku menerima lusinan telepon soal penampakan cahaya misterius di langit.

Sementara, Randle Drane, Direktur Manajemen Darurat di Copiah County, Mississippi, mengatakan, tak hanya melihat kilatan cahaya, warga juga melaporkan mendengar suara ledakan.

"Pasukan pemadam kebakaran dan sukarelawan pergi mencari tahu apa yang terjadi, tapi mereka pulang dengan tangan kosong," kata Drane, seperti dimuat Daily Mail.

Apa benda mistrius itu? Pejabat setempat mengatakan bahwa sinar misterius yang bisa terlihat dari Oklahoma sampai Florida itu diduga kuat adalah meteorit.

Diduga kuat batu luar angkasa itu mungkin mengandung tembaga, itu berdasarkan kesaksian beberapa saksi yang melaporkan melihat semburat hijau terang dari meteorit itu.

Seorang astronom amatir, Bryan Bergon sempat mengabadikan meteorit tersebut. Ia sedang mengamati konstelasi Orion saat tiba-tiba terlihat cahaya terang di langit.

Sementara, Kantor Sheriff  Sebastian County  di Arkansas mengatakan meteorit diduga kuat menghantam wilayah di dekat Poteau Mountain, Oklahoma sekitar pukul 20.30 waktu setempat.

Dr. Alexander Ruzick dari Portland State University mengatakan meteorit adalah hal yang biasa yang bisa terjadi di seluruh dunia.

Pada 8 Oktober 2009, meteorit juga 'mampir' di Bone, Sulawesi Selatan.

Menurut perkiraan Badan Antariksa AS, NASA, asteroid yang meledak di Bone berdiameter 10 meter dengan kekuatannya tiga kali bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima atau 50 ribu ton TNT (bahan pembuat bom). Asteroid Bone adalah salah satu yang terbesar yang pernah diobservasi.

Beruntung, asteroid itu tak menyebabkan kematian dan kehancuran massal. Menurut ahli astronomi, Peter Brown dari University Western Ontario, Canada, kehancuran tak terjadi karena meledak pada ketinggian  15 sampai 20 kilometer di atas permukaan bumi.